Hasil Studi Menujukan Manajer Wanita Memiliki Simpati Lebih Tinggi Terhadap Depresi di Tempat Kerja

Sebuah studi yang mendiskusikan hubungan antara gender manajer dengan tingkat simpati terhadap depresi di tempat kerja.

Sebuah riset psikologi dari Swedia menunjukan bahwa manajer wanita cenderung memiliki sifat negatif yang lebih kecil terhadap kasus depresi di tempat kerja dibandingkan dengan manajer pria. Studi ini dilakukan oleh para peneliti dari University of Gothenburg, dan dimuat dalam jurnal BMC Public Health.

Studi ini memiliki judul asli "Gender differences in managers’ attitudes towards employees with depression: a cross-sectional study in Sweden" dan ditulis oleh Ilaria Mangerini, Monica Bertilsson, Angelique de Rijk, dan Gunnel Hensing. 

Baca juga: Hasil Riset Menunjukan Fans Film Horor Cenderung Miliki Ketahanan Psikologis - Bantu Adaptasi Saat Pandemi

Para penulis mengatakan bahwa riset ini adalah riset pertama yang menyelidiki hubungan antara gender dan sikap manajer terhadap kasus depresi di tempat kerja. Hasil riset tersebut juga juga mencerminkan fokus akademis yang mulai mengarah untuk menyelidiki masalah kesehatan mental di tempat kerja.

Pandangan Manajer Terhadap Depresi di Tempat Kerja

Penelitian ini melibatkan 2.663 peserta yang bekerja di kantor (1.762 pria dan 901 wanita). Mereka adalah manajer di berbagai organisasi dan perusahaan di Swedia, baik swasta maupun pemerintah. Kelompok sampel termasuk manajer dengan berbagai tingkat senioritas, yang gelarnya mencakup direktur pelaksana, manajer operasi, dan manajer keuangan.

depresi di tempat kerja

Untuk penelitian ini, para peserta diminta untuk menjawab kuesioner online (MSED, "Managerial Stigma Towards Employee Depression"). Peserta menanggapi kuesioner yang berisi dua belas pernyataan yang berkaitan dengan depresi di tempat kerja. Para manajer menunjukkan seberapa kuat mereka setuju dengan setiap pernyataan, dalam skala satu sampai enam.

Contoh dari peryataan tersebut adalah:

  • "Anggota staf dengan depresi adalah beban bagi tempat kerja,"
  • "Anggota staf yang minum obat antidepresan tidak boleh bekerja,"
  • "Anggota staf dengan depresi dapat mengatasi depresi mereka jika mereka mau,"
  • "Saya akan menghindari berbicara dengan anggota staf yang mengalami depresi sehingga saya tidak harus berurusan dengan masalah orang tersebut,”
  • “Saya tidak akan mempekerjakan seseorang yang saya tahu telah mengalami depresi.”

Para peneliti mengklasifikasikan skor 12 – 35 sebagai “sikap negatif rendah” terhadap depresi karyawan. Mereka mengklasifikasikan skor 36 ke atas sebagai "sikap negatif tinggi."

Manajer Pria Lebih Meremehkan Depresi di Tempat Kerja

Studi ini menunjukan bahwa manajer pria yang memiliki "sikap negatif tinggi" jumlahnya dua kali lebih banyak dibandingkan dengan manajer wanita yang memiliki "sikap negatif  tinggi". Untuk manajer pria, angkanya adalah 24% (429 dari 1.762). Sedangkan manager wanita hanya 12% (110 dari 901). 

Tanggapan laki-laki secara signifikan lebih negatif daripada tanggapan wanita pada 11 dari 12 pernyataan kuesioner. Satu-satunya pernyataan tanpa perbedaan yang signifikan antara tanggapan manajer laki-laki dan perempuan adalah “Sangat menegangkan bekerja dengan anggota staf yang mengalami depresi.”

Perbedaan hasil riset ini tetap ada bahkan setelah para peneliti secara statistik mengendalikan berbagai faktor. Variable kendali yang mereka pakai meliputi jenis tempat kerja, usia, pendidikan, distribusi gender, dan tingkat pengalaman kepemimpinan manajer.

Studi ini juga membuktikan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki manajer dengan rekan kerja yang mengalami depresi, semakin rendah pula sikap negatif yang ditunjukan.

Penjelasan Perbedaan Hasil Questioner Berdasarkan Gender

Depresi cenderung lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini mungkin mengakibatkan wanita memiliki pengalaman depresi yang lebih pribadi. Wanita menjadi lebih toleran terhadap depresi secara umum. Penelitian sebelumnya juga menjelaskan bahwa pria  cenderung kurang berpikiran terbuka terhadap orang dengan penyakit mental.

Menurut para penulis,  manajer wanita cenderung melaporkan memiliki sikap negatif terhadap depresi karyawan mungkin karena "dalam tatanan sosial,  wanita dituntut untuk memiliki empati yang lebih tinggi daripada pria." Penulis merujuk pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa "terdapat ekspektasi yang menuntut wanita untuk berperilaku lebih altruistik dibandingkan pria," dan wanita juga lebih khawatir dengan"reaksi negatif jika mereka berperilaku berlawanan dengan stereotip ini."

Keterbatasan Penelitian

Para peneliti menunjukkan bahwa penelitian ini didasarkan pada kuesioner, dan mungkin tidak mencerminkan bagaimana perasaan manajer sebenarnya. Misalnya, bias ekspektasi sosial mungkin berperan. 

“Manajer mungkin menjawab sesuai dengan apa yang dapat diterima secara sosial (bukan sesaui dengan perasaan sebenarnya),” tulis para penulis, “karena malu atau tidak nyaman mengungkapkan sikap yang sebenarnya.” Para peneliti menyarankan bahwa studi masa depan tentang topik ini dapat memasukkan estimasi karyawan tentang sikap manajer mereka sebagai variable.

Selain itu, studi ini berfokus pada manajer di Swedia, dan studi di negara lain mungkin menghasilkan hasil yang berbeda. Namun, penulis menunjukkan, Swedia dikenal karena penekanannya pada kesetaraan gender. Dan dengan demikian, perbedaan gender dalam hal sikap negatif terhadap karyawan dengan depresi mungkin lebih kuat di negara lain yang memiliki kesetaraan gender yang lebih rendah

Depresi di Tempat Kerja Berefek Buruk Bagi Bisnis

Studi ini juga menyoroti apa yang penulis sebut sebagai "legitimasi disabilitas psikologis dirasakan lebih rendah" dibandingkan dengan disabilitas fisik, yang lebih mungkin diakomodasi oleh para manajer. 

Hal ini merupakan masalah yang berkembang, karena penelitian sebelumnya telah menemukan hubungan antara depresi dan penurunan kinerja serta ketidakhadiran yang lebih besar.

Terdapat sebuah penelitian  lain yang memperkirakan biaya gangguan depresi di AS sebesar $ 210 miliar. Jumlah tersebut meningkat 153% sejak tahun 2000. Sekitar setengah dari biaya ini terkait dengan ketidakhadiran di tempat kerja dan “kehadiran” (yang berarti berada di tempat kerja tetapi tidak bekerja dengan produktivitas penuh). 

Faktanya, sebuah studi tahun 20016 tentang depresi di tempat kerja di delapan negara menemukan biaya kehadiran non-produktif lima sampai sepuluh kali lebih tinggi daripada ketidakhadiran. Di Amerika Serikat, biaya ini berjumlah $5.524 per karyawan per tahun.

Dengan meningkatnya depresi secara global, para manajer harus menganggap depresi di tempat kerja lebih serius. 

Penulis penelitian ini mengusulkan bahwa program pelatihan manajerial harus memperhitungkan fakta bahwa manajer pria dan wanita memiliki sikap yang berbeda terhadap masalah ini. Dengan pemikiran itu, mereka menyarankan, mungkin manajer pria dan wanita harus mengikuti program pelatihan yang berbeda. 

Artikel ini diadaptasikan dari "New study finds female managers are more sympathetic to depression at work".

Study: Gender differences in managers’ attitudes towards employees with depression: a cross-sectional study in Sweden
Authors: Ilaria Mangerini, Monica Bertilsson, Angelique de Rijk, and Gunnel Hensing
Published in: BMC Public Health
Publication date: November 19, 2020
DOI: 10.1186/s12889-020-09848-2