Mengenal Tipe Ledakan Bom Nuklir: Surface Blast vs Air Blast
Senjata nuklir merupakan momok yang sangat menakutkan bagi kelangsungan hidup peradaban manusia. Sebagai senjata pamungkas, kemampuan bom nuklir memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Taukah kalian kalau bom nuklir diledakkan pada ketinggian tertentu? Hal ini dilakukan untuk menghasilkan efek kehancuran optimal.
Bom nuklir dapat dikerahkan melalui airdrop dari pesawat terbang. Dengan kata lain, bom nuklir diangkut oleh pesawat terbang dan kemudian dijatuhkan setelah pesawat tersebut mencapai targetnya. Selain itu, bom nuklir juga bisa diluncurkan dari darat sebagai rudal balistik antarbenua (ICBM).
Perbedaan dalam hal pemilihan metode pengiriman senjata nuklir, apakah sebaiknya dijatuhkan atau diluncurkan, merupakan bagian dari strategi militer yang bermaksud untuk memaksimalkan efektivitas senjata tersebut.
Namun, hal yang lebih penting adalah penentuan timing, kapan bom nuklir harus benar-benar diledakan.
Timing Peledakan Bom Nuklir - di Udara vs di Atas Permukaan
Ketika sebuah bom nuklir diledakkan dibawah ketinggian 100.000 kaki (30,48 kilometer) dan bola api hasil dari detonasi tersebut tidak benar-benar menyentuh permukaan bumi, maka metode ini disebut sebagai sebagai ledakan udara. Dalam bahasa inggrisnya, bomb nuklir yang diledakan sebelum menyentuh permukaan tanah, di atas target, disebut sebagai air blast atau airburst.
Sebaliknya, ketika bom nuklir diledakkan saat bom tersebut menyentuh (atau hampir menyentuh) permukaan tanah atau air, maka ledakan tersebut dikategorigan sebagai ledakan permukaan, dalam bahasa inggrisnya: surface blast atau ground blast.
Kedua jenis ledakan tersebut akan menghasilkan hasil destruktif yang berbeda ke daerah sekitarnya. Nah, hal ini lah yang menyebakan timing peledakan bom nuklir menjadi sangat penting.
Efek Ledakan Permukaan - Surface Blast
Ketika sebuah bom nuklir diledakkan di dekat permukaan tanah, ledakan tersebut
akan menghasilkan fallout radioaktif atau dalam bahasa Indonesianya
disebut sebagai luruhan nuklir.
Setelah ledakan terjadi, partikel radioaktif seperti produk fisi, tanah
terkontaminasi oleh limbah radioaktif, akan terlepas naik ke atmosfer dengan
ketinggian tertentu. Luruhan radioaktif tersebut akan terbawa oleh angin dan
bisa menempuh jarak yang sangat jauh.
Surface blast mampu menghasilkan efek kehancuran yang terkonsentrasi pada area dekat dengan pusat ledakan. Secara taktis, ledakan permukaan merupakan metode yang efektif untuk melenyapkan target spesifik dan kekuatan militer yang berada disekitar terget tersebut.
Efek Ledakan Udara - Air Blast
Tidak seperti ledakan permukaan, air blast menghasilkan luruhan
radioaktif atau fallout yang jauh lebih sedikit pada saat ledakan. Hal
ini disebabkan karena sisa-sisa material nuklir akan menguap akibat dari
panasnya bola api yang timbul. Material tanah yang terpental menjadi lebih
sedikit karena ledakan terjadi jauh di atas permukaan.
Ledakan udara sangat efektif dalam hal menghasilkan tekanan tinggi ekstrim di area yang jauh lebih luas. Selain itu ledakan udara juga akan meningkatkan hasil radiasi termal.
Misalnya, dalam kasus pengeboman Hiroshima, pada 6 Agustus 1945, sekitar 192.000 total orang tewas akbat dari bom nuklir yang diledakan di atas kota tersebut.
Awan jamur terbentuk setelah ledakan udara di atas kota Hirosima. (foto:
Wikimedia Commons) |
Gedung-gedung yang roboh dan lanskap yang rata dengan tanah bisa dilihat dalam foto-foto sejarah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuatan ledakan udara memang mampu menghasilkan efek kehancuran yang luas, akibat dari tekanan ekstrim dan energi panas.
Setelah ledakan bom nuklir 15 kiloton di Hiroshima, awan besar berbentuk jamur muncul di atas lokasi bom. Awan jamur berwarna putih ini merupakan karakteristik dari ledakan udara karena kondensasi tetesan air di atmosfer.
Adaptasi dari "Nukes: Surface Blast vs Air Blast" oleh Esteban Abbate.
Posting Komentar